Selasa, 27 September 2016

Wajah Asia di Inggris Raya, Heung-min Son

Bulan bersinar akan terus bersinar seiring rotasinya terhadap bumi. Akan terlihat pesona cantiknya apabila dilihat pada sisi gelap bumi dan ia terpancang sinar matahari. Semua elemen mencarinya entah dalam keadaan gelap mendung dan hujan. Bulan ini layaknya seorang primadona, hadirnya kentara dan didamba-damba. Tuhan telah menciptakannya sebagai alunan diksi sebuah puisi malam yang seakan tak akan hilang ruhnya apabila ditulis. Datang memang pada waktu sempurna, sebagai sosok pemandu romantisme manusia tatkala malam tiba. Alangkah indah apabila bulan ini dilihat pada waktu malam saja. Dan apabila hadir di tengah-tengah peradaban bumi pada siang hari, banyak orang akan mempicingkan mata dan seperti angin lalu saja.
 The right man in the right place, kisah Bandung Bondowoso akan terlihat munafik apabila berakhir happy ending  dan akan menjadi buah bibir tatkala ibunya menyerahkan takdir buruk itu ke anaknya. Tidak sedikit moral anak bangsa seperti binatang yang tak tahu etika saat melihat contoh biadab kelakuan manusia-manusia jaman dahulu ketika ceritanya berakhir bahagia. Memang seharusnya segala sesuatu pas pada tempat dan fungsinya. 
Siapa yang tak pernah mendengar nama Harry Kane? Seorang mega popular di Inggris raya. Layaknya sebuah batu, pesonanya sudah kentara sejak lama, seberat dan semahal apapun batu itu, sinarnya akan terus mendelusikan orang-orang untuk mencarinya. Tercatat dia adalah predator tersubur yang pernah dimiliki club yang bermarkas di Kota London Utara. Tercatat dia telah membobol gawang lawan di medio Liga Inggris 2015/ 2016 dengan 22 gol dan 28 assist. Seorang asli Inggris dengan umur yang masih 23 tahun dan mentereng sebagai pesaing pemuncak topskor liga terglamor di dunia. Memang selayaknya penjadi pujaan seluruh supporter The Lily White dan seluruh warga Ratu Elizabeth itu. Sebagai catatatan liga Inggris adalah liga termahsyur di dunia, ber-triliunan uang mengalir disetiap kompetisi liganya yang tentu kita jumpai setiap pekan, setiap PEKAN. Ada istilah baru bahwa dari Paul Scholes bahwa Liga Inggris adalah “ Liga Uang “. Dan anehnya dalam beberapa tahun belakangan daftar topskor liga ” hanya “ diisi oleh predator-predator tangguh di luar Inggris. Miris memang tetapi itulah sepak bola. Tercatat Diego Costa, Luis Suarez, Didier Drogba, Cristiano Ronaldo, Robin Van Persie, Ruud Van Nistelroy, Eric Cantona, Emmanuel Adebayor dan banyak lagi penyerang di luar Inggris yang saling sikut setiap tahunnya menjadi yang terbaik. Who is the real England player that want to be? Itu adalah Harry Kane.
Layaknya di Indonesia, harga menunjukkan tabel yang fluktuatif. Beberapa batu di Indonesia sekarang turun jauh ke level dimana orang ogah-ogahan ­untuk memiliki dan mengkoleksinya. Itu juga terjadi pada Kane, dia sering telat panas ketika liga telah memukul gaungnya. Dan musim 2016/ 2017 ketika liga baru men-create enam pekan, dia sudah tumbang karena cidera. Sangat disayangkan memang, seorang pujaan yang harus menerima secara getir perubahan takdir yang menjadi rahasia Tuhan. Ketika memang sudah titik nadir hadirlah sebuah harapan. Tak ada lorong yang tak berujung cahaya, tak ada labirin yang tak ada penentukan celahnya, dan tak ada hati yang tak akan menemukan sosok nyaman selanjutya, cieee.      
Harapan itu adalah Heung-min Son. Seorang pemuda dari negara penelur boyband dan girlband terlaris di dunia pujaan setiap anak muda. Tidak ada yang menyangka memang label “ flop “ yang pernah disematnya musim lalu begitu berputar 180 derajat musim ini dan disertai gelontoran puja-puji setiap moment pertandingan yang dilakoni Tottenham Hotspurs. Ada kalanya ini disebut lucky  belaka karena cideranya Kane ada juga yang memang memuji kesempatan kedua Son yang telah dia telah buktikan sekarang.
( yang tidak pernah bermain dan tahu permainan PES, dia akan kesulitan menentukan apakah yang sebenarnya Son punya di dalam tubuh Korea-nya. Boyband atau pemain bola? Ya, saya percaya itu. Pecinta liga ratu Elizabeth itu juga bingung siapa sosoknya, kecuali dia adalah gamer sejati. Memang dia adalah andalan saya ketika di PES J. Sosok yang membuat saya kagum dengan speed, body balance, dan akurasi shooting-nya. Walaupun dia bukan pemain khayal layaknya Messi dan Ronaldo. Tapi untuk skema one-two playing yang coba saya mainkan dia adalah sosok second striker perfect, menurut saya hehehe.  Sungguh penemuan yang membuat saya jatuh cinta kepada club pesaing kekuasaan di Kota London Inggris.)
Pembeliannya sempat menemui kata penolakan dari supporter asli Spurs. Tak ada embel-embel apapun yang tersemat di dirinya ketika ditransfer dari club Hambrug SV ke Inggris dengan mahar 10 juta euro, hanya sekedar gelandang kreatif dan muda. Terlalu mahal karena berasal dari Negara Asia, Korea. Apalagi kedatangan Vincent Janssen dari liga Belanda pada bursa transfer 2016 kemarin yang berlabel topskor, menjadi tekanan tersendiri di diri Son ketika itu. Pada jumpa pers Son berkata “ whatever happen here, i will give the best of me to the club “.

Ya, semua akan indah pada waktunya. Tak ada yang akan menutupi sebuah parfum ketika memang sudah di semprotkan ke dunia. Sebagai orang asia saya bangga. Kami tunggu setiap detik yang kau ciptakan di London, Son. 

Minggu, 25 September 2016

Hegemoni Semata?

Tuhan memang sering membolak balikkan hati. Ada yang mantap akan sesuatu tiba-tiba dengan cepatnya memutuskan untuk mundur. Apakah ada yang yang kecewa? Ya barang tentu sesuatu yang sudah diniatkan akan menjadi kekecewaan apabila tidak terlaksana. Memang Tuhan menyimpan erat-erat rahasianya, menyimpan teliti pesannya kepada kita makhluk ciptaanya. Ada haru ada marah ada cacian yang akan disematkan, tapi apakah kita menganggapnya cobaan? Toh Tuhan yang berikan. Memang jalan pikiran kita berbeda, hanya Tuhan yang tahu dan punya andil besar terhadap kehidupan kita, Ia hanya akan menuntun kepada hal-hal yang menurutnya kita akan sepenuh hati memperjuangkannya.
Air mata Agus begitu terasa tatkala banyak orang yang menganggapnya sebagai generasi panutan dalam idealisme berbelok arah ke jenjang yang sangat kotor di negeri ini. Atas nama apa ia rela mengorbankan segalanya? Bangsa Indonesia? Jakarta? Atau karena sang panutan dalam karir militernya?. Orang-orang akan terus bertanya, mencibir, dan tak henti-hentinya merangkai ribuan alasan untuk menjelaskan tolok ukur pembelotan Agus. Ya, tak ada yang tahu, hanya Tuhan lah yang akhirnya bercerita yang tentunya lewat kampanye etos kerja Agus. Sangat munafik apabila kita mengetahuinya sekarang.
Ini mengingatkan saya atas pidato yang disampaikan Kobe Bryant saat terakhir kali menginjakkan kaki di lapangan Staples Center. Banyak orang menangis, tak tahan dengan momen yang terjadi sekali dalam kehidupannya. Melihat sang idola untuk terakhir kalinya bermain untuk club kebanggan kota Los Angles. Apakah ada andil Tuhan di dalamnya? Atau memang ada isyarat dari olahraga yang ia geluti untuk berhenti? Secara umur, ya. Tapi secara penampilan dia masih menjadi elemen penting di-guard Lakers untuk tahun-tahun kedepan. Akan sangat kentara apabila setelahnya ada kemunduran club gara-gara pengumuman pensiun si pemegang rekor masuk enam kali NBA All-star ini. Dan sangat munafik apabila kita mengetahuinya sekarang.
Ini terjadi di hubungan percintaan manusia. Ada andilNya yang begitu dahsyat atas begitu banyak janji-janji manis, ketololan yang berujung gelak tawa, sampai keputusan untuk megakhiri hubungan manis itu. Riskan sekali kalau dianalisis lebih jauh, memang sesuatu yang membutakan mata batin. Ada banyak sekali contoh tentang bagaimana menjalani sebuah hubungan, banyak sekali contoh nyata yang ada di layar kaca, para artis dengan 1001 alasan yang layak untuk masyarakat terima sebagai iki lho bahagia kui. Tidak cuma segelintir penjual muka yang ngganteng dan cantik-cantik tetapi yang bernuansa hijrah  juga fasih mengkampanyekan arti dasar kata bahagia.
Memang manusia hanya bisa mendongak ke atas, melihat keindahan nirwana tanpa menyadari bara di bawahnya. Mengagungkan imajinasi tanpa melucuti seonggok apa dia di mata dunia. Salah? Tidak, manusia ini memang orang yang penuh pikiran toleran. Ada yang menjalani hidup dengan pasangannya tetapi lupa kalau memang dunia bukan sekedar melihat dan mencontoh. Sangat gampang kita tersenyum, tentram tetapi apakah itu juga dirasakan pasangan kita. Mbok ya o sesekali kita bertanya untuk apa kita mencintai seseorang yang akhirnya kita sendiri menjadi bagian yang menghancurkannya karena lupa bahwa kebahagiaan seseorang dengan yang lain berada pada dimensi yang berbeda. Kita nguri-uri pikiran bahagia tetapi lupa bahwa sesungguhnya kebahagian kita tergantung Allah atas kendakNya.
Mencintai adalah hal lumrah, tapi mengakui pada tempatnya adalah anjuran agama. Ini akan menjadi antitesis apabila kita mengakui atas anjuran agama tetapi mencederai apa arti dari mencintai itu. Contoh ada kita mencintai seseorang, kita malu akan mengakuinya, diam-diam. Tetapi memang perasaan tidak akan membohongi pemiliknya, pasti akan ada masa saat ada yang bertanya “ sayang mbi aku? “. Kita tahu sesuatu tidak akan bertahan lama di dalam diri kita, tetapi karena memang agama kita melarang hubungan yang tidak sah, kita mendiskreditkan orang itu, menganggapnya hal yang berbau dosa, dan yang paling pelik adalah sedikit demi sedikit menggerus silaturahmi, atas dasar agama. Salah?
Sungguh Tuhan maha mengetahui dan maha membolak-balikkan hati


Sabtu, 24 September 2016

Merambah Detik Waktu Mananjaki Nasib

Sangat sulit dibayangkan keadaan untuk menghitung baik-buruk, enak-ora enak, cukup-ora cukup  ketika kita dipaksakan merantau.
Masih teringat dulu ketika masih kecil yang masih berkutat di sawah playon dolanan layangan dan sesekali setiap minggu pagi melihat kartun dari jam setengah tujuh pagi hingga dua belas siang. Ya walaupun sering kali misuh-misuh saat ada siaran tinju. Bukan karena saya pembenci tinju tetapi ya mbok ngerteni nek kui jam e cah sekolah butuh hiburan yang setiap harinya enam hari dalam seminggu harus duduk rapi di kelas walaupun jam 11 san sudah ngantuk dan beberapa yang ngeces. Saya tinggal di Kabupaten Wonogiri yang dulu mikir paling keren. Iya paling keren, tidak ada nama sekeren “ wonogiri ” di kalangan kabupaten-kabupaten di sekitarnya. Dulu memang rasa nasionalisme saya kepada tanah tumpah darah saya yang disebut Wonogiri memang luar biasa.
Tapi ada hal yang membuat kecewa dari Wonogiri adalah saya itu tinggal di kecamatan Baturetno. Kalau dilihat dari silsilah keluarga dan keturunan, harusnya saya di wonogiri kota. Mungkin karena aya-ibu saya yang bertugas di Baturetno. Disana itu memanag terkenal hardcore dalam kehidupan sehari-harinya. Lampu bangjo  yang itu disebut rambu jalan lintas provinsi antara Jawa Tengah (wonogiri) dan Jawa Timur (pacitan) tidak pernah jelas menjelaskan tupoksinya. Kalau mau jalan pas lampunya merah ya monggo, dan yang parah mereka mau menang sendiri walaupun di-bel orang lain, mlaku sak penak e udel e dewe­. Tapi apapun itu, yang pasti saya pernah bangga kepada Baturetno karena mengantar saya sebagai jawara PS 2 (read: Winning Eleven ) kala itu ketika saya sekolah SMP.
 Kali pertama saya pergi dari rumah adalah SMA, ketika itu entah apa yang saya pikirkan ketika men-iya-kan tawaran bapak untuk sekolah di Solo. Ada rasa wedhi, males, dan pastinya mikir bagaimana kelanjutan hubungan percintaan saya pas waktu SMP, labil. Tapi di sisi yang lain saya punya cita-cita untuk antimainstrim. Ya walaupun cinta monyet tapi itu momen yang membuat saya merasa sebagai lelaki yang sesungguhnya. Waktu yang sangat susah dijelaskan dengan kata-kata, keadaan yang diluar nalar saya ketika saya masuk SMA MTA Surakara. Durung pernah urip adoh wong tuo dan akhirnya dihadapkan pada keadaan harus mandiri serta hidup di asrama yang tempat berkumpul bandit-bandit seluruh Indonesia. Hidup yang memaksa saya untuk menerima nasib dan sempat berada di titik nadir karena susah adaptasi. Tapi semua sirna pas kelas sudah di tingkat ke dua, rasanya seperti biasa saja dan saya mulai paham bagaimana jadi Kancil. Hidup dengan 2 sisi kepribadian, kadang baik kadang buruk. Ini setelah saya pikir-pikir lagi memang karena keadaan dulu harus begitu, kadang-kadang alim dan kadang masuk lingkungan bandit-bandit seluruh Indonesia.
Lingkungan asrama saya memang beda dengan gemerlapnya kota Solo yang saya pikirkan ketika masih kecil. Kumuh dan banyak orang bertato disana, ya walaupun sekarang biasa tapi karena memang dulu kalau lihat orang bertato mikirnya jelek. Ada suatu waktu saya beli sayur rica-rica ayam ketika pulang sekolah di salah satu warung dekat asrama. Sekolah saya dan asrama memang lumayan jauh, kalau jalan kaki sekitar 10 menit. Saat itu ibunya yang jual sembari nyiduk rica-rica ayam dari dandang juga lagi ngobrol dengan ibu-ibu yang kayaknya juga beli.
“ saiki mundak bu rego lemah neng kene, semeter tekan 500 ribu “
Pada saat itu saya kaget dan mulai berfikir sejenak. Ini harga yang menurut saya mahal dan memang sebagai anak yang masih awam uang sebesar itu, merasa sangat susah kayaknya mencari uang sebesar itu. Ini menuntuk saya untuk berfikir tentang seberapa keren suatu kota memang dituntut ada uang yang harus dikeluarkan orang-orang yang berteduh dan terlelap di sana.
Mulai kuliah pikiran itu terus saja kadang saya pikirkan. Hal yang mulai saya bayangkan akan terjadi di hidup saya adalah ketika saya mulai berkeluarga dan terpaksa untuk meninggalkan rumah orang tua dan tahu juga keadaan yang akan saya alami ketika berbicara dengan tetangga atau teman tentang masalah-masalah sehari-hari yang berkaitan dengan uang. Kota Solo adalah salah satu pusat ekonomi di sekitar kabupaten-kabupaten di sekitarnya. Dari Wonogiri, Sukoharjo, Klaten Karanganyar, dan Sragen. Sangat mudah dibayangkan kalau ada orang di kabupaten itu ke Solo pasti ya nggumun, seperti saya. Tetapi ada hal yang menurut saya kontras dari Wonogiri apabila dibandingkan dengan Kabuapten-Kabupaten yang lain. Wonogiri tidak ada batasan wilayahnya yang langsung berhadapan dengan Solo, jadi bisa dibayangkann betapa jauhnya Wonogiri dari peradaban kota Solo.
Banyak saya temui orang-orang yang berasal dari luar Solo dan menetap di Solo sebagai pendatang, anak kos, kerja buruh, atau memang ditempatkan kerja oleh salah satu instansi. Secara data sensus penduduk Solo memang masih didominasi oleh orang-orang asli Solo yang tinggal disana tetapi secara konsekwen penduduk pendatang yang di Solo sebagai orang yang “tidak mempunyai” rumah juga semakin banyak. Ini akan menjadi yang lumrah ketika banyak yang orang desa beranggapan kalau pergi ke kota memang untuk kerja, bukan untuk mencari kehidupan selanjutnya. Sebagai salah satu kota dengan pusat ekonomi di Indonesia, Solo memang sudah kodratnya akan menjadi kota dengan himpitan ekonomi yang semakin pelik dikemudian hari. Mereka yang merantau ke kota memang terhindar dari nyinyiran tetangga desa tentang konsep pengangguran, tetapi ketika ke kota bekerja mamang akan sebatas bekerja, dan susah mencari kehidupan tetap karena perbedaan harga yang kentara.
Saya pernah bertemu dengan teman dari Jakarta ketika kuliah di Solo. Dia bercerita bahwa orang tuanya berasal dari suku Batak. Setiap orang Batak sesuai ceritanya harus membawa satu sanak famili ketika berada di kota. Tujuannya jelas untuk membantu agar mendapatkkan kerja dan kehidupan berbeda. Dan yang menarik dari cerita teman saya itu, setiap sanak famili yang diajak ke kota harus diperjuangkan sampai mendapatkan pekerjaan dan rumah. Sungguh hal yang rancu secara pola pikir, tetapi itu fakta yang terjadi di sana. saya mulai berfikir ketika ayah teman saya itu pertama kali ke Jakarta betapa “agak” mudahnya dibanding orang-orang yang juga merantau dan hanya sekedar bekerja walaupun ada kenalan disana.  
Sungguh mulia orang-orang yang memutuskan merantau, sangat sulit ditakar dengan akal sehat kapan akan "berhasil".